Kamis, 30 Desember 2010

2010, Sebuah Tahun Berharga Penuh Pelajaran

"Bitter experience has taught us how fundamental our values are and how great the mission they represent." (Jan Peter Balkenende)


Tahun 2010 sudah hampir berakhir. Saya merasa waktu begitu cepat berlalu, rasanya baru kemarin sore tahun berganti. Baru kemarin juga kejadian-kejadian luar biasa berlalu. Tahun yang istimewa untuk dilewati dan kadang saya berharap semua ini tidak akan berganti.

Mungkin kalo digambarkan inti dari perjalanan tahun ini bisa di ringkas seperti ini
Tahun 2010 :

Januari :
- Pertama kali kerja bareng Kompas Muda dan ketemu temen-temen yang luar biasa!
- Mengucapkan "Happy 1st Month" untuk mantan saya, mbak Beruang

Februari :
- Kehilangan kakek yang mengerti saya dari keluarga mama
- Putus dengan mbak Beruang
- Pergi ke Jakarta untuk Anniversary Kompas Muda, ketemu temen-temen baru dari berbagai daerah dan ada yang membawa minuman khas kotanya

Maret :
- Jadi dukun di acara DOC (Discovery of Culture)

April :
- Nothing special, I guess

Juni :
- Ketemu dan ngobrol lagi dengan ms. Moon via jejaring sosial

Juli :
- Ketemu langsung dan ngobrol dengan ms. Moon
- Kotak surat telepon genggam penuh dengan nama ms. Moon
- Jatuh hati dengan ms. Moon (Yes, I do!)

Agustus :
- Nembak ms. Moon tapi belum diterima, shock dan sedikit sakit
- Ketemu dengan mbak BPAP, setelah sebelumnya ketemu. Sayangnya saya ndak suka dengan temannya yang tukang gosip.

September :
- Ribut persiapan makrab jurusan
- Mulai latian intensif wayangan Antro

Oktober :
- Makrab Jurusan di tempat yang sekarang sudah rata dengan tanah karena letusan gunung Merapi
- Latian intensif karena wayangan Antro sudah akan pentas
- Pentas wayangan Antro
- Ketemu trio nggerus untuk pertama kali, waktu itu semua sedang nggerus-nggerus-nya
- Membuat anak orang menangis (salah saya, dia amat kecewa)

November :
- Jadi wadah curhat banyak orang, belajar juga dari cerita mereka yang gak akan saya beberkan disini
- Mulai berkutat dengan pekerjaan baru sebagai penulis di Tembi Rumah Budaya
- Menjadi relawan untuk bencana Merapi, ketemu dengan mbak relawan untuk pertama kali.
- Mulai menekuni dunia menulis, bertemu dengan orang-orang yang menyesatkan saya ke jalan yang benar.

Desember :
- Sempat membuat anak orang menangis (lagi)
- Menikmati dan memulai petualangan baru
- Tulisan di muat di Kompas dan hal tersebut membuat orang tua saya bangga, saya ikut terharu
- Bisa menghabiskan waktu dengan orang-orang luar biasa, salut!

Mungkin ini semua hanyalah sebuah ringkasan singkat dari perjalanan yang saya alami di masa-masa 2010. Dan dari akhir Desember inilah petualangan baru saya sedang dimulai. Dunia dimana saya menikmati segala sesuatunya dengan senyuman.

Terima kasih untuk mantan sekaligus sahabat saya, orang yang saya cintai tapi takdir membawa kita ke arah yang berbeda, orang-orang yang menyesatkan saya ke jalan yang benar, dan keluarga saya yang funky, gaya, gaul, dan trendy (hahahahaseek..)

Bersama dengan desir angin, suara pesawat, rengekan anak kecil, suara burung dan kesunyian tulisan ini dibuat..Semoga hari anda menyenangkan, selamat Tahun Baru!..Cheers and Beers!!

Selasa, 21 Desember 2010

Sebuah Gunung Es Diantara Dua Ego

“Aku dan dia, seakan-akan ada gunung es diantar kita berdua yang membuat semua itu terasa beku dan kaku” (SAWOT)


Saya kembali lagi dengan kisah yang saya sendiri gak tahu apakah itu sesuatu yang memprihatinkan atau tidak. Apa yang kalian bayangkan ketika mendengar kata “Gunung Es”? Mungkin sebagian orang akan menjawab “Besar, keras, dan kaku”. Ya, semua itu tidak salah, tetapi apa jadinya ketika kita dihadapakan situasi seperti itu dalam sebuah relasi dengan seseorang?

Saya belum lama ini melewati masa ini, sebuah masa Gunung Es. Hei, kenapa masa gunung Es? Karena saya dan orang ini, ya sebut saja dia mbak BPAP, sedikit mengalami miss communication. Ada sebuah kesalahan makna dari kata-kata yang kami ucapkan walaupun mungkin sebagian besar kesalahan ada pada diri saya.

Sebenarnya saya pernah naksir dengan mbak BPAP ini, jujur saja. Saya menaruh perhatian terhadap apa yang dia telah ceritakan pada saya dan caranya dalam menyampaikan banyak hal, tetapi sayangnya waktu itu dia sudah memiliki kekasih hati. Oke, saya memutuskan untuk menjadi teman.

Waktu pun bergulir dengan sangat cepat, hubungan saya dengan Ms. Moon merenggang dan dia pun hadir untuk mengisi kekosongan yang ada, rasa tertarik itupun sempat muncul kembali, tapi saya biarkan semua mengalir. Mengalir seperti air yang pada akhir tujuannya adalah satu, laut.

Banyak dinamika yang kemudian kami hadirkan ketika dia datang kembali, mulai dari sekedar berbincang-bincang, nonton basket, berjalan-jalan ke tempat kerja saya, nongkrong di angkringan, dan juga nonton bioskop layaknya anak muda jaman sekarang. Tetapi ada satu hal yang saya sadari, “Hei, dia masih ada yang punya!”, dan inilah yang membuat saya di satu sisi merasa ada sebuah kesalahan besar.

Kesalahan besar ini akhirnya menjadi bahan permenungan saya untuk membuat sebuah keputusan yang cukup berpengaruh pada hubungan kami berdua, saya memutuskan untuk menganggap hubungan ini sebagai hubungan “kakak-adik” saja. Saya tahu dia amat sangat kecewa dengan keputusan ini.

Hubungan kami berdua pun renggang karena masalah ini sampai pada akhirnya membaik ketika mendekati momen merapi meletus dan dia kembali ke Jakarta. Kami dekat kembali walaupun hanya melalui telepon genggam. Ada satu kesalahan yang saya buat pada masa ini, saya membuat dia mendapatkan harapan yang tinggi.

Pada akhirnya saya kembali memutuskan untuk menjadi “kakak” yang baik tetapi mungkin dia salah menangkap bahasa yang saya sampaikan kepadanya. Kata-kata pun terucap dan dia benar-benar meluapkan kekesalannya pada saya melalui telepon genggam untuk kedua kalinya. Dia benar-benar merasa saya adalah laki-laki yang sudah mengecewakan dia dan mempermainkan perasaannya. Saya, hanya bisa terdiam dan tersenyum sambil berkata pada diri saya sendiri “Kowe ki piye to set?” (Kamu tu gimana to Set?) dan lagi-lagi saya membuat dia menangis.

Kami pun lost contact sama sekali, saya hanya bisa mencuri-curi informasi bagaimana keadaannya melalui kawan-kawan dekatnya. Mereka bercerita banyak hal dan di satu sisi itu sebenarnya membuat saya merasa bersalah karena sudah membuat dia merasa saya memberikan harapan tinggi terhadapnya. Mungkin dia belum bisa menangkap jalan pikiran dan cara saya menyikapi suatu hal secara mendalam, saya salah telah menggunakan cara ini yang membuatnya menangkap makna yang lain.

Sekarang ini hubungan kami berdua kembali membaik, walaupun saya tahu dia sempat menghapus nomor kontak saya dari telepon genggamnya dan saya memakluminya. Awalnya terasa canggung karena sebelumnya ketika kami berpapasan pun tidak ada sepatah kata yang kami ucapkan, ada sebuah Gunung Es diantara kami yang bahkan membuat kami tidak bertegur sapa, begitu dingin, keras, dan kaku. Kalau dipikir-pikir itu sangat lucu karena saya merasa itu bukanlah diri saya yang sebenarnya.

Salah satu dinamika kehidupan ini seakan-akan mengajarkan pada saya bagaimana sebuah hubungan atau relasi benar-benar sangatlah berharga. Ketika semua itu berubah menjadi sesuatu yang beku, kaku, dan keras maka semua itu tidak akan terasa menyenangkan. Maka biarkanlah ini menjadi salah satu proses pendewasaan bagi saya dan mungkin juga dia untuk menjadi manusia seutuhnya.

Semoga saja hubungan kami ini bisa membaik untuk seterusnya tanpa ada sebuah kesalah pahaman yang membuat Gunung Es diantara kami berdua muncul kembali. Kisah saya ini juga mungkin akan menjadi satir untuk seorang (atau beberapa orang?) pembaca yang sama-sama merasa ada Gunung Es dalam hubungannya dengan seseorang. Pecahkanlah Gunung Es itu segera sebelum semuanya menjadi semakin besar dan parah.

Bersama dengan keramaian, gelak tawa, segelas es teh tarik, lemon tea hangat, air putih, kopi, dan hujan tulisan ini dibuat..semoga hari anda menyenangkan..Cheers!

Sabtu, 18 Desember 2010

Kisah Beruang dan Panda

"Love is a canvas furnished by nature and embroidered by imagination." (Voltaire)


Saya ingat betul waktu itu bulan Februari, bulan kasih sayang, ketika kisah ini berakhir. Sebuah kisah yang mungkin tidak lama, tapi berkesan. Ada satu orang yang kemudian bisa menyelesaikan puzzle yang saya miliki, saya menyebut dia sebagai Beruang. Kenapa beruang? karena dia suka sekali tidur dan dia bisa menghabiskan waktunya berjam-jam untuk tidur. Bukan, bukan berarti dia malas untuk beraktivitas bahkan dia bisa dibilang bertanggung jawab atas pekerjaannya dan dia hanya tidur berjam-jam ketika ada kesempatan.

"Woo, dasar beruang..tidur mulu kerjaannya" begitulah pesan singkat yang kadang saya kirimkan ketika masa liburan tiba. Lucu dan aneh, tapi itulah dia. Dia selalu menyebut saya Panda, karena dia menganggap bahwa saya juga seperti dia yang doyan sekali tidur (walau pada kenyataannya iya! hahaha)

Awal pertemuan kami sebenarnya sederhana, lewat jejaring sosial bernama facebook. Waktu itu facebook sedang hot dikalangan anak muda dan sebagai jejaring sosial anak-anak muda berlomba-lomba mencari kawan-kawan dunia maya. Sedangkan saya dan dia? pertemuan ini tidak sengaja karena 'adek' saya.

Dari komunikasi sederhana lewat jejaring sosial semua itu berlanjut hingga bertemu dan beberapa kali pergi bersama. Lucu, aneh, tapi selalu saja menarik. Saya sendiri juga heran kenapa bisa seperti itu, padahal secara usia dia memang lebih muda dari saya. Tapi dia selalu saja menarik di mata saya. Menarik, aha! itulah kunci dari semuanya.

Sampai pada akhirnya saya mantabkan hati saya bahwa memang sudah saatnya untuk menembak dia. Saya memilih tanggal yang boleh jadi amat 'keramat' dan mungkin orang jarang berpikir untuk menembak seseorang ketika tanggal itu terjadi. Hari Jumat Kliwon, 13 November 2009. Teman-teman bilang saya ini bodoh ketika menembak dia pada saat itu dan saya cuma bilang "Yang namanya cinta itu membenturkan diri dengan banyak hal termasuk hal yang dianggap keramat". Dia? dia menerima pernyataan cinta saya itu lewat dunia maya dan pada tanggal 14 dia memantabkan jawabannya. Kami berdua pun menjadi sepasang kekasih Beruang dan Panda.

Hubungan kami boleh dibilang cukup lama, sekitar empat bulan sebelum akhirnya berakhir di bulan Februari, bulan tragis bagi saya sendiri walaupun orang-orang mengatakan bulan ini adalah bulan kasih sayang. Tragis karena di bulan ini semua terjadi : Kakek saya meninggal dunia, Saya dipenuhi jadwal pekerjaan yang menggila, dan dia memutuskan saya.

Saya terima itu semua dengan lapang dada. Beruang dan Panda mungkin sudah berbeda jalan, membiarkan diri mereka tak lagi menjadi sepasang kekasih. Si Beruang mencoba untuk mencari pasangan Beruang dan Panda mencari pasangan Panda. Mungkin memang takdir bagi Beruang dan Panda untuk tak bisa bersatu tetapi bukan berarti saling bermusuhan

Saya dan Beruang masih menjaga komunikasi hingga saat ini, bahkan dia masih sering ribut pada saya untuk masalah rokok karena dia sendiri sangat tahu kondisi fisik saya ini. Kadang saya tertawa mendengar ke khawatiran yang dia miliki, tapi saya rasa itu wajar. Terima kasih Beruang, kamu sudah mengingatkan saya akan banyak hal dan yang terutama untuk pelajaran 'menghargai perasaan sesibuk apapun aktivitas yang dimiliki'. Biarkan semua ini menjadi memori manis yang tersimpan di kotak pandora masing-masing.

Bersama dengan melankolia pagi, laptop, ratusan buku, dan segelas susu UHT tulisan ini dibuat..Semoga hari anda menyenangkan..Cheers!


Selasa, 14 Desember 2010

Saya Jomblo, Lalu?

"Loneliness adds beauty to life. It puts a special burn on sunsets and makes night air smell better" (Henry Rollins)



Banyak orang yang akhir-akhir ini lalu lalang di kehidupan saya bertanya "Eh, gimana kabar cewekmu?" dan saya menjawab dengan mantab "Gak punya, baru jomblo" sambil tersenyum. Orang-orang ini kemudian kaget mendengar jawaban itu. Mereka menaruh ekspektasi lebih dan bukan jawaban ini yang ingin mereka dengar. Tetapi itu pemikiran mereka, bukan saya.

Jujur saja, kadang memang ada perasaan kosong ketika dinamika hidup ini tidak dipenuhi oleh orang-orang yang di sebut sebagai "gebetan" atau "pacar". Kekosongan itu terasa benar. Agak ngenes jika dipikir-pikir, tapi entah kenapa saya menikmati itu. Kadang ada keluhan ini itu tapi semua itu saya anggap wajar sebagai sebuah proses untuk menjalani hidup.

Mungkin terdengar aneh atau egois, tapi saya lebih memikirkan bermain dan bersosialisasi sekaligus bekerja. "Kowe iso edan nek kerjo terus ora nggolek bojo" ujar seorang teman kepada saya. Saya cuma tersenyum dan berkata "But this is my life and I enjoy it". Apakah saya mengatakan semua ini karena saya tidak laku? Ataukah saya tidak punya kemampuan untuk memikat hati lawan jenis? Saya akan menjawab lantang "tidak!".

Saya dilahirkan tidak dengan wajah tampan seperti artis-artis ternama, tidak juga kaya raya seperti Bill Gates atau artis ibukota. Saya hanya seorang pria berumur 19 tahun dengan wajah biasa-biasa saja dan juga berasal dari keluarga baik-baik yang sederhana. Beruntunglah bagi kalian semua yang dilahirkan dengan nasib yang baik, bahkan saya tidak heran jika hal tersebut menjadi modal untuk mendapatkan gadis impian. Saya hanya tersenyum melihat fenomena semacam ini.

Saya hanya lelaki yang menikmati hidupnya, berjalan perlahan ke kampus dengan motor tua, menulis sebagai bagian dari hobi dan pekerjaan, dan merasakan apa yang ada disekitar saya. Penolakan bukanlah hal baru bagi saya, tapi tidak pernah saya ambil pusing. Saya menikmatinya, menikmati semua hal yang ada dalam dinamika kehidupan saya kecuali masalah hati.

Saya jomblo, ya, benar bahwa saya memang jomblo, lantas adakah yang salah dengan hal itu? Anak muda sekarang banyak yang memaksakan dirinya untuk mendapatkan pasangan secara instan, hey itu tidak menjamin kalian bisa bahagia lho. Saya kadang iri dengan teman-teman yang sudah punya pasangan, tapi saya bisa menerima itu. Saya tidak bisa berkata semena-mena pada teman saya "hey, kamu jangan pacaran sama dia" yang ada nantinya hanyalah baku hantam antar teman. Iri disini sebatas "wah, enak kali ya punya pacar?"

Saya merindukan dinamika pacaran saat mulai mengingat memori masa lalu. Ah, begitu manisnya dinamika sebuah percintaan anak muda yang saling dimabuk asmara. Tapi kenyataan yang ada sekarang adalah belum ada lagi sepasang kekasih yang dimabuk asmara dalam memori saya ini. Ataukah saya sendiri terlalu fokus pada pekerjaan sehingga saya menjadi gila kerja? tampaknya tidak. Saya merasa memang dari dalam diri saya ada kesulitan atau butuh sebuah proses untuk membuat saya sendiri yakin bahwa saya akan melindungi bahkan terjatuh untuk orang itu, orang yang mungkin akan menjadi sandaran hidup saya sampai akhir hayat.

Saya sendiri bukan orang yang mudah terbawa oleh hangatnya percintaan. Bahkan ketika diibaratkan perasaan saya seperti apa, maka saya akan menjawab seperti puzzle dan saya akan membiarkan orang yang mendekati saya untuk menyelesaikan puzzle itu. Tak banyak yang bisa menyusun puzzle itu dengan baik. Sejauh memori ini hanya tiga orang yang bisa menyelesaikan puzzle ini walaupun ada satu orang yang kemudian malah menjadi "adik" saya sudah hampir 3 tahun terakhir.

Ah, ketika saya berpikir ulang akhirnya saya sendiri memutuskan untuk membiarkan diri saya mengalir. Ibarat sebuah pelayaran, saya adalah seorang kapten kapal yang membiarkan kapal saya berlayar tanpa arah sambil mencari seorang navigator yang tepat untuk memberitahukan kemana saya harus menuju untuk pelayaran berikutnya. Kapal sebagus apapun yang saya miliki jika navigatornya tidak tepat dan handal sama saja dengan pelayaran yang tidak diinginkan seperti tujuan kapten kapal.

Bersama dengan komputer, ratusan buku, akumulasi kelelahan, dan susu panas tulisan ini dibuat. Semoga hari anda menyenangkan..Cheers!

Jumat, 10 Desember 2010

Siang (yang) Penuh Memori Masa Lalu

"Nobody said it was easy it's such a shame for us to part. Nobody said it was easy, no one ever said it would be this hard. Oh, take me back to the start" (Coldplay - The Scientist)



Merebahkan diri dan tenggelam dalam memori
ditemani oleh manisnya lagu siang ini
tenggelam dan terlelaplah aku dalam sebuah memori
masa lalu..

Hey, aku masih mengingat semua itu
aku, kamu, dan semua hal yang pernah terjadi
saat kita berbincang-bincang seru di tengah keramaian orang-orang
saat kita merebahkan diri kita di antara lebatnya rerumputan di padang luas
saat kita membiarkan diri kita hanyut dalam buaian matahari tenggelam
saat kita mengikat janji dengan sebuah lagu
lagu manis yang akan selalu segar di ingatan kita berdua

aku dan kamu
kamu dan aku
belum lah bisa dikatakan sebagai sepasang kekasih
tapi semua yang kita lakukan lebih manis dari itu semua
tapi kita harus berjalan di jalan yang berbeda
tak ada lagi janji dan kata-kata manis
kita sudah berbeda
aku dan kamu
kamu dan aku

Sejenak aku pun tersadar dari tidurku
kudengar lagu telah usai diputar
bersama dengan berakhirnya lagu ini
aku tutup memoriku
ke dalam kotak pandoraku sendiri
membiarkan ini semua jadi memori manis
aku dan kamu
kisah manis yang berbeda arah
berjalan sendiri-sendiri
berharap suatu saat akan bertemu barang sejenak saja
terima kasih untuk memori manis ini

Di antara kesunyian, lagu-lagu penuh memori, dan keripik kentang tulisan ini dibuat. Have a nice day pals..Cheers!

Sebuah Cerita (3) : Kebodohan dan Kejujuran

"I don't pretend to be captain weird. I just do what I do." (Johnny Depp)


Menunggu itu memang bukanlah sebuah perkara mudah. Kadang kala sampai lah kita pada sebuah titik dimana kita jenuh, jenuh untuk menunggu sesuatu yang bahkan mungkin kita tidak tahu sampai kapan kita harus menunggu. Ya, saya mencapai titik jenuh untuk sesaat ketika menunggu mbak relawan ini untuk mengkonfirmasi akun jejaring sosial saya. Jenuh karena merasa ini menjadi sesuatu yang terasa tidak pasti.

Saya mungkin gila, bodoh, aneh, dan lain-lain tapi ya inilah saya. Hal gila ini saya lakukan ketika saya merasa penat untuk menunggu. Saya memberanikan diri untuk mengirim pesan singkat kepada mbak relawan. Believe it or not, yes I do it pals!

Dengan tangan gemetar, keringat dingin, dan barisan supporter setia, saya mulai menuliskan pesan singkat yang akan saya kirim kepada mbak relawan. Tetapi selalu saja ada yang terasa ganjil dan saya revisi hingga lebih dari 10 kali (sebenernya ini mau ngirim pesen apa ngirim artikel yak?). Akhirnya kata-kata yang saya rasa tepat pun saya temukan. Kurang lebih begini bunyinya :

"Apa bener ini nomernya mbak ***?"

Dan dengan lila legawa jembar ndoya akhirat, saya mengirimkan pesan singkat tersebut ke nomer yang di tuju. Sambil berharap ada sebuah pesan singkat masuk dan itu balasan dari mbak relawan tersebut! Terdengar bodoh tapi inilah yang saya lakukan.

Tak berapa lama kemudian sebuah pesan singkat balasan masuk ke dalam kotak pesan telepon genggam saya. Ya, itu dia! Pesan balasannya cukup singkat dan berbunyi kurang lebih demikian :

"Iya bener, ada apa ya? ini siapa ya? "

Dan saya pun membalasnya lagi dengan pesan yang tidak kalah singkat yang intinya adalah demikian : Saya ini orang yang kemaren di dapur umum dan ngeliatin mbak-nya! Balasan lain darinya pun masuk dan bunyinya demikian "

"Lha terus kenapa?"

Dan disinilah sebuah klimaks yang seharusnya bisa ditutup dengan manis menjadi sebuah kesalah fatal. Saya melakukan blunder karena salting! dan pesan singkat saya itu berbunyi :

"Nggak apa-apa..sekedar bertanya..:)"

Lantas dengan singkat, padat, dan jelas si mbak relawan ini membalasnya dengan cara yang 'manis' untuk menutup konfersasi bodoh ini yaitu :

"Aneh"

Damn! Jantung saya berhenti berdetak untuk sesaat. Kebodohan saya ini memang benar-benar tidak termaafkan. Penantian saya yang penuh haru biru (berlebihan tenan!) itu harus ditutup dengan kata "Aneh". Oke, terima kasih untuk pesan yang manis ini mbak. Saya memang aneh.

Tetapi terima kasih untuk sebuah kejujuran yang tidak saya dapatkan dari banyak orang ketika saya mengirimkan pesan atau berbincang-bincang dengan orang-orang. Anda telah memberikan komentar paling jujur dan itu menjadi sesuatu yang manis bagi saya, walau pun di satu sisi saya harus menunggu lama. Cerita ini sudah selesai, benarkah demikian? Ikuti saja terus perkembangan selanjutnya :D

Bersama dengan rintikan hujan, badan yang terasa kacau, dan ratusan buku tulisan ini dibuat. Semoga hari anda menyenangkan..Cheers!



Kamis, 09 Desember 2010

Sepasang Kekasih Dalam Kebisuan

“Dia memejamkan mata, merebahkan tubuhnya di tengah pada rumput di kaki gunung Merapi, dan bercerita tentang mimpi-mimpi indahnya sebelum ‘teman baiknya’ memeluknya mesra” (SAWOT)


Suara bising kendaraan mulai terdengar cukup keras di telinga ini namun mata masih menolak untuk terbuka. Kupaksakan perlahan untuk membuka mata ini membuka jendelanya untukku agar aku bisa melihat dunia. Akhirnya mata menyerah dan membukakan jendelanya untukku, seberkas cahaya pun masuk.

“Sudah pagi rupanya” kataku seraya melipat sarung yang aku kenakan untuk tidur. Aku pun segera mengambil pakaianku dan bergegas untuk pergi. Mandi? Jangan kau tanyakan hal itu padaku karena aku tidak begitu bersahabat dengannya.

“Mau kemana le?” tanya seorang wanita paruh baya itu kepadaku

“Biasa, sekolah” jawabku singkat sambil membuat sebuah simpul yang tampak tak begitu indah di sepatu hitamku yang sudah usang, “Aku pergi dulu mom” kataku sambil berlalu bagai angin.

“Oke, hati-hati” kata wanita paruh baya itu, dia hanya bisa menghela nafas melihat kelakuan anaknya ini. Dia terdiam sambil memandangi semua masakan yang telah di buat, seakan-akan semua itu tak berarti.

***

Motor tua ini kupacu dengan akselerasi maksimum, tapi masih kalah cepat dibandingkan motor-motor jaman sekarang yang bermesin canggih. Aku masih memacu motor tua ini dengan sekuat tenaga sambil berharap tidak terlambat untuk tiba disekolah.

Jalanku terhenti di perempatan Malioboro, lampu merah memaksa aku untuk itu dan tak bisa kulawan. Telepon genggamku berbunyi dan segera aku periksa. Sebuah pesan singkat masuk rupanya. Berpacu dengan waktu yang diberikan oleh lampu merah aku baca pesan singkat itu yang berbunyi “Loe dimana kil? Buruan dateng napa..tiap hari kerjaannya telat melulu..zzz”. Aku hanya tersenyum, lampu merah pun berganti dengan hijau, dan perjalanan ke sekolah pun berlanjut.

***

Segera saja aku duduk di bangku paling pojok di ruang kelas itu, kelas jurusan bahasa di sekolah ini, yang hanya berisi murid laki-laki. Guru belum datang dan kesempatan ini aku gunakan untuk menelpon gadis itu. Dan dia pun mengangkat telepon seraya memarahiku dengan nada yang cukup memekakan telinga

Loe itu gila ya? Tiap hari kenapa telat mulu kalo dateng ke sekolah” kata gadis itu kepadaku dengan nada tinggi. Dia marah rupanya.

“Aku ki males je” jawabku singkat sambil tersenyum

Bego banget sih jadi orang” kata gadis itu sambil menghela nafas. Dia sangat heran denganku aku, temannya ini yang selalu datang terlambat.

“Hahaha, kalo aku bego atau bodo, ya ndak mungkin aku bisa dapet ranking satu terus tiap semester” kataku dengan nada mengejek.

“Hmm, mulai lagi nih kebiasaan jeleknya. Ah udah, capek ngomong sama orang gila”

“Woo mutung og piye?” kataku dengan nada menggoda.

Dia dalam bayanganku seakan-akan memandangi diriku dengan tatapan jengkel yang mungkin sudah sampai tahapan yang luar biasa. Ia pun berkata “Sebodo amat!”. Aku tertawa terpingkal-pingkal mendengarkan kata-katanya itu, hanya dia yang bisa membuatku seperti ini.

Hey, aku belum memperkenalkan gadis itu pada kalian. Namanya Vincent dan aku lebih senang memanggilnya “cicik”. Bukan rasis, tapi kita berdua memang suka untuk saling mengejek, dia memanggilku “dekil” dan aku membalasnya dengan “cicik”. Kita berdua sudah kenal cukup lama, mungkin sudah hampir satu setengah tahun lamanya. Pertemuan yang bodoh dan mungkin akan membuat kami berdua tertawa terpingkal jika mengingatnya kembali. Darimana dia? Oh, dia berasal dari Jakarta, ya ibukota negara Indonesia itu dengan logat-nya yang khas. Dia datang untuk bersekolah disini, Yogyakarta, dan tinggal bersama tante-nya yang sudah kukenal cukup baik.

***

“Mana sih tuh anak, gila aja jam segini belom nongol” kataku dalam hati. Sudah hampir dua puluh menit aku menunggu kedatangan seorang laki-laki dengan dandanan dekil itu. Laki-laki yang bahkan jarang mandi walau aku sudah memaksanya berkali-kali untuk itu, apa susahnya sih mandi barang lima belas menit? Dasar laki-laki aneh!. Tiba-tiba aku mendengar suara laki-laki dari kejauhan, dan suara itu sangat familiar di telingaku ini.

“Hello cicik, long time no see!” kata laki-laki itu setengah berteriak

Aku menghela nafas, laki-laki ini memang aneh tapi sebenarnya dia pintar. Aku kesal ketika dia menggunakan kepintarannya untuk mengejek dan menggodaku tapi entah kenapa aku tak sanggup untuk itu. Aku pun menghampirinya

Norak banget sih loe?” kataku sambil memandangnya dengan wajah anehku

Yo sori lho, aku ndak ada mangsud, eh maksud, untuk itu” katanya sambil tersenyum

“Oke deh, tapi beliin gue es krim, baru deh gue maafin” kataku sambil tersenyum licik

As you wish my queen, I’ll do it if it’s you command. You’re my queen after all, hehehe” jawabnya sambil tertawa kecil.

“Bahasa Inggris lo bagus sih cuma terlalu medok

Aku tertawa mendengar jawabannya itu. Kupandangi wajahnya yang masih tersenyum itu untuk sesaat. Aku menghela nafas, tampaknya aku selalu luluh dengan sikap dan senyumannya yang manis itu walau aku marah dan kesal karena dibuat menunggu cukup lama. Segera kukenakan helmku yang dibawa olehnya dan kami berdua pun pergi dengan motor tuanya.

***

Sepasang remaja ini sebenarnya lucu dan unik. Mereka saling mencinta tapi tak pernah mau berbicara tentang itu satu sama lain. Analogi-analogi pun muncul untuk membuat pihak satu dan yang lain cemburu buta. Si gadis yang bernama Vincent bercerita bahwa dia di senangi oleh banyak laki-laki, sedangkan si laki-laki yang bernama Seto bercerita bahwa dia sedang mendekati seorang gadis idaman yang lebih cantik dari Vincent.

Padahal hati kecil mereka berkata lain, hati kecil Vincent selalu berkata bahwa Seto lah yang terbaik untuknya dan hati kecil Seto berkata bahwa Vincent adalah yang terindah yang ada di hidupnya. Mereka selalu menampik itu dan tak pernah berbicara tentang apa yang hati kecil mereka katakan, walau itu sebenarnya cukup menyiksa mereka berdua. Mereka tersiksa karena harus bercerita tentang kepura-puraan dan kebohongan hanya untuk membuat satu sama lain terbakar api cemburu dan jengkel hingga salah satu pihak menyerah. Tapi kedua pihak tak ada yang mau mengalah.

Satu setengah tahun sudah berlalu dan mereka menjalani kisah mereka masih dengan cara yang sama.

***

Aku merasa aneh, Seto memintaku menemaninya ke rumah sakit. Dalam hati aku berkata “Tumben ini anak ke rumah sakit, bisa sakit juga ya dia?”. Tampaknya aku mengkhayalkan hal yang tidak-tidak segera saja aku mengambil jaketku dan turun ke bawah karena Seto sudah menungguku di ruang tamu.

“Tante, aku pamit dulu ya. Mau ada acara sama Seto, ndak tau mau ngapain” kataku pada tanteku. Damn! Logat yang aku punya terasa aneh jika dipadukan dengan bahasa Jawa

“Oh iya, hati-hati ya” kata tante “Nak Seto, tolong di jaga ya si Vincent ini jangan pulang terlalu larut malam nanti ndak enak sama tetangga”

Injih tante, saya ngerti” kata Seto pada tante.

Kami berdua pun segera berpamitan. Suara motor tua Seto menduru cukup kencang ditengah keheningan sore hari ini. Kami pun pergi menjauh dari rumah tante

***

Gue heran, sebenernya kita kerumah sakit mau ngapain sih? Elo sakit set? Emang lo bisa sakit ya?” kata Vincent kepadaku

Asyem kowe, kita tuh mau njenguk saudara ku. Dia itu yang sakit, bukan aku” jawabku

“Oh, gue kira elo yang sakit” kata nya dengan nada datar

“Emang kamu bahagia kalo aku sakit? Ntar kangen lho kalo aku sakit” kataku sambil menggodanya

“Enak aja! Nggak bakalan gue kangen sama lo!” sanggahnya dengan nada tinggi

Kami berdua tertawa di atas motor tua ku ini. Ah, semoga saja apa yang dikatakannya itu benar, dia tidak akan rindu ketika aku sakit.

***

Hati ku berkata “Gue heran kenapa juga gue harus nunggu diluar rumah sakit gini ya?”. Seto berkata padaku untuk menunggunya sebentar untuk memeriksa apakah saudaranya sudah pulang atau belum. Dia berkata kepadaku “Sik yo, kamu tunggu dulu disini aja sebentar aku mau nge­check dulu apa saudara ku masih ada atau sudah balik ke rumahnya”. Tapi ini sudah hampir empat puluh lima menit dan belum ada kabar dari dia, oke hati ini mulai kesal dan berkata “Gue capek nyet! Buruan dikit napa?”.

Aku melihat dari kejauhan sosok laki-laki berlari ke arahku. Akhirnya, dia tiba juga tapi aku kesal dibuat menunggu lama olehnya, sangat kesal.

“Lama amat sih lo! Emang lo nge-check sodara lo itu di belantara Afrika apa?” tanyaku dengan nada kesal

Dia tersenyum dan berkata “Sori tenanan iki, ternyata saudaraku udah balik. Lha ini lama tuh biasa, kan ini di Indonesia jadi semua serbat mbingungi

“Alesan aja lo, pokoknya gue bete se-bete-nya orang yang lagi bete!

“Wuaduh, susah kalo ini..yo aku minta maap sama kamu”

“Pokoknya enggak! Gue udah terlanjur bete!

“Tak beliin es krim wis, tapi jangan marah lagi ya?”

Gue enggak mau es krim!”

Dia berusaha untuk membujukku dengan berbagai macam cari agar aku tak marah dan kesal terhadap apa yang dia lakukan. Selalu saja aku luluh dengan permintaan maafnya yang selalu khas dengan caranya yang aneh-aneh.

“Oke, gue maafin lo. Dengan syarat tapi” kataku, hore! Aku merasa di atas angin melawannya jika dalam hal seperti ini.

“Apakah gerangan itu adinda?” katanya dengan nada humor

“Beliin es krim yang banyak buat persediaan di rumah tante gue selama satu minggu!” paksaku kepadanya

“Wuaduh, abot tenanan ning dompet iki judule. Tapi ya udah, kalo itu bisa membuat kamu senyum lagi aku nggak apa-apa deh” jawabnya dengan nada menyerah, dia kalah juga rupanya.

Akhirnya kami berdua pun kembali berputar-putar untuk mencari es krim, masih dengan motor tua laki-laki ini. Laki-laki dekil yang aneh tapi sebenarnya aku suka dengan dia! Kapan dia bisa ngerti?

***

Sudah hampir dua bulan Vincent merasa sangat sulit untuk menghubungi Seto. Bahkan Seto menjadi sangat sulit untuk ditemui. Ratusan kali dia menghubungi Seto melalui telepon genggamnya dan puluhan kali dia mencoba untuk main ke rumahnya semua itu sia-sia. Seto seakan-akan menghilang begitu saja. Ibu Seto pun selalu menjawab kepada Vincent bahwa anak laki-lakinya itu sudah pergi pagi-pagi sekali dan baru pulang ketika malam sudah larut. Vincent merasa ada yang ganjil, dia memutar akal agar bisa bertemu dengan Seto.

Cara yang paling tepat adalah menghampirinya ke sekolah dan itu lah yang dilakukan olehnya. Dia menghentikan Seto saat dia sedang melaju dengan motor tuanya, Seto pun mau tak mau harus menghentikan motor tua-nya. Dia meminta Vincent untuk naik ke atas motor tuanya dan percakapan pun terjadi.

***

Elo kemana aja sih! Gue nyariin lo tau nggak?” tanya Vincent kepadaku

“Hehehe, maap ya..maaaapp banget” kataku kepadanya sambil melihat wajahnya. Aku selalu ingat wajah itu, wajah yang selalu dia tunjukkan ketika sedang kesal. Aku juga bersalah karena menghilang cukup lama darinya tanpa kabar tapi sebenarnya bukan itu..

Gue bingung tau nggak sih ketika lo ilang gitu aja..gue pikir lo marah sama gue sampe-sampe lo nggak mau ketemu sama gue” dia mengucapkan nada itu dengan nada sebal bercampur dengan khawatir. Dia takut aku marah kepadanya.

“Enggak kok, aku ndak marah sama kamu. Aku baru sibuk ada kerjaan buanyak. Temenku ngasih aku kerjaan soalnya”

“Seenggaknya elo bisa ngabarin gue lah!”

“Iya, mau-nya sih gitu cuma aku ndak ada pulsa, mau mbeliin po?” tanyaku sambil menggodanya

“Enak aja! Ogah gue” jawabnya sambil memukul helmku

Kami berdua tertawa, setidaknya hal ini bisa menahan semua ini untuk sementara. Ya, untuk sementara.

***

Kedua anak manusia ini kemudian bisa berbincang-bincang kembali. Semua begitu hangat dan kembali sepertinya sebelumnya. Mereka berdua menghabiskan waktu bersama, mengobrol dan berbagi cerita di warung kopi, berputar-putar keliling Yogyakarta untuk memotret keindahan yang ada, dan semua itu dilakukan hanya berdua tetapi tanpa ikatan status yang biasa disebut ‘pacar’. Kedua orang ini masih belum juga mengungkapkan apa yang ada dalam hati kecil mereka. Sampai saat itu tiba..

***

“Cent, si Seto kemana sih? Beberapa hari ini dia ndak dateng ke sekolah lho kalau dipikir-pikir sudah enam hari” tanya Mikael, teman baik Seto sekaligus teman kerjanya juga.

Gue juga nggak tau, dia juga gak sms gue selama enam hari dan gue pikir dia baru sibuk kerja bareng lo” kataku pada Mikael

Lha wong dia ndak masuk sekolah, apalagi kerja yo ndak dateng to yoo..” sanggah Mikael “Kamu cek ke rumahnya aja, kan kamu naksir sama dia, hahaha” kata Mikael kepadaku

Apa yang diucapkan Mikael benar, aku dan Seto memang makin dekat setelah dia menghilang untuk beberapa saat. Aku harap dia tidak menghilang lagi sebelumnya, semoga saja demikian.

“Oke Mik, nanti coba aku cek deh ke rumahnya” sambil menyalakan mesin motor baruku

***

Aku berjalan melintasi ruang dan waktu tanpa menghiraukan lalu lalang keramaian lain yang ada disekelilingku, yang aku pikirkan hanyalah bertemu dengan Seto, titik. Tak terasa tiba di perumahan tempat Seto tinggal dengan gang-gang yang cukup membingungkan. Aku mencoba untuk mengingat jalan ke arah Seto tinggal dengan seksama.

Sampailah disebuah gang dengan marka jalan yang cukup familiar dan aku pun mengarahkan motorku untuk berbelok kea rah kanan. Tapi hei, tunggu, rasanya aku melihat sesuatu yang aneh tapi mungkin itu hanya perasaankku saja. Dan aku pun melanjutkan perjalananku.

Di depan sana terlihat keramaian orang-orang, “ada apa ini?” pikirku dalam hati. Aku mencoba untuk mengamati di mana titik pusat kerumunan orang-orang itu dengan seksama. Astaga! Aku kenal baik dengan rumah itu. Itu rumah Seto!

Dengan segera aku pun bergegas menuju ke rumah itu. Segera kusandarkan motorku dan aku bergegas untuk mencoba menerobos kerumunan orang-orang tapi terlalu padat. Aku pun mencoba bertanya pada orang di sebelahku. “Bang, ini ada apa ya?” dengan nafas terengah-engah “Wah, saya yo ndak tahu je mbak” kata orang itu. Lantas ketika sebuah celah terbuka segeralah aku masuk ke dalam dan mencoba untuk masuk ke dalam rumah Seto

***

Elo bodoh Set, kenapa coba lo senyum sendiri?” kataku kepadanya

Seto tidak menjawab, dia hanya terdiam membisu. Sebuah senyuman yang manis tampak di wajahnya.

“Ah, lo lama-lama bisa gila kalo senyum-senyum sendiri kil! Jangan bercanda gitu ah, nggak seru banget sih lo!”

Seto masih saja diam, dan hanya tersenyum tenang

Gue nggak seneng cara bercanda lo deh, sumpah! Udah deh jangan bercanda lagi!..Elo lagi bercanda kan? Iya kan?”

Seto hanya diam, tersenyum tenang, wajahnya tampak pucat dan membiru.

***

Hujan menemani dinamika acara yang diadakan oleh keluarga besar Seto. Bau tanah yang terkena hujan dan bunga-bunga menjadikan aroma hujan menjadi lebih tajam, merdu, dan syahdu. Vincent terdiam, melihat semua itu.

Dia mencoba untuk menahan ledakan perasaan hanya untuk dirinya sendiri. Tapi tanpa sadar tangis itu terus keluar dari kedua matanya yang berwarna biru laut itu. Dia tidak bisa menghentikan tangisnya sampai akhirnya tangisan itu pecah di hadapan Seto yang sudah berubah bentuk menjadi batu yang bertuliskan tanggal lahir dan kematian. Ya, Seto sudah meninggalkan Vincent untuk selamanya tanpa sempat berkata selamat tinggal. Seto merasa akan sangat sedih ketika dia mengucapkan selamat tinggal kepada Vincent, orang yang dicintainya, dalam keadaan seperti ini.

Seto memang sudah menanggung beban yang berat sejak kejadian di rumah sakit dan saat dia menghilang dari Vincent. Dia terkena mengalami kanker otak yang memaksanya untuk mengakhiri hidupnya. Tapi dia tidak ingin memberitahu ini kepada orang yang sangat dia sayangi. Dia takut Vincent bersedih dan membiarkan dirinya menanggung beban itu sendirian tanpa memberitahukan hal tersebut pada orang lain.

***

“Tante mau kasih titipan terakhir Seto untuk kamu Cent” kata ibu Seto kepadaku sambil menyodorkan sebuah kotak berwarna putih dengan pita yang cukup manis diatasnya.

Aku tersenyum melihat itu, melihat kotak itu yang sangat-sangat manis untuk seorang Seto. Aku tersenyum namun tersenyum pilu. Dada ini terasa amat sakit.

Aku melihat kotak tersebut berisi barang yang pernah kuberikan padanya. Ada pula foto-foto lucu kami berdua saat momen-momen paling membahagiakan. Saat aku ulang tahun dan dia memberikan kejutan tetapi sempat dimarahi oleh tanteku, saat dia berulang tahun dan aku memberinya kejutan sebuah kecupan manis, dan saat melihat matahari sore di pantai Kukup, sesaat sebelum dia menghilang karena harus opname selama enam hari dan aku sama sekali tak tahu.

Aku melihat ada sepucuk surat, warnanya merah jambu dengan tulisan “For Vincent” dan aku pun membuka surat itu. Entah kenapa sekali lagi aku menangis padahal tulisan dalam surat itu sangatlah sederhana. Surat itu berbunyi :

Maaf sudah berpura-pura untuk tidak mencintaimu, tapi aku tak bisa mengingkari itu. Ya, aku cinta kamu! Terima kasih untuk waktu yang singkat ini karena ini akan selalu berkesan dan akan kubawa ke alam sana.

Aku hanya bisa menangis, menjerit keras, dan berharap sosokmu ada disini menemaniku dan mendekapku dengan hangat tapi itu tidak mungkin. Aku tak akan pernah membuang surat ini dan semua memori tentang kamu dan aku. Tidak akan pernah sampai aku menyusul ke alam sana nanti, secepatnya!

***

Ketika kita terlambat untuk mengucapkan kata “suka” atau “cinta” dan orang itu menghilang dari kehidupan kita mungkin kita hanya bisa menangis dan berharap dia yang kita cintai kembali tapi itu tak mungkin. Jangan pernah terlambat dan mengingkari hati, atau mungkin anda ingin seperti cerita diatas. Cukup anda dan Tuhan yang tahu..

Bersama dengan derasnya hujan dan kelamnya memori masa lalu tulisan ini dibuat. Semoga bisa jadi renungan kita semua. Cheers!