A poet is, before anything else, a person who is passionately in love with language (W.H. Auden)
Dear
Ms. Wijayakusuma,
Sore ini hujan turun. Cukup deras walau hanya untuk
sesaat lalu terhenti. Tak hujan sepenuhnya usai dan rintik hujan masih
membasahi bumi. Kuangkat gelas teh milikku dari meja makan menuju teras rumah.
Mencoba untuk menikmati segelas teh hangat sembari menanti hujan reda.
Aku bukan menantikan hujan reda karena ingin pergi
menjelajah. Rasanya juga belum ada pekerjaan lain yang harus diselesaikan.
Hanya ingin menanti hujan reda, tak lebih dari itu. Karena itu aku rasa menanti
pelangi disaat hujan berhenti akan menjadi sangat manis, apalagi jika pelangi
datang disaat matahari jatuh dalam pelukan senja. Sejenak aku teringat akan
satu hal, puisi. Ya, rasanya aku menyimpan beberapa puisi yang aku tuliskan
ketika hujan turun.
Apa koneksi hujan dan puisi? Entahlah, aku sendiri pun
masih tidak bisa memahaminya dengan pasti. Hanya saja ada rasa dimana kata-kata
bisa mengalir seperti butir-butir air yang turun ke bumi, kadang perlahan tapi
bisa juga begitu deras. Lalu apa hubungan puisi dengan kamu? Tentu saja ada
hubungannya. Kamu itu penyuka puisi, walaupun aku tahu kamu tak suka untuk
menuliskannya. Kamu lebih suka untuk menikmati orang-orang lain untuk
membacakannya. Bagimu itu begitu menyenangkan. Apalagi jika orang yang
membacakan puisi itu adalah sosok favoritmu, Landung Simatupang.
Aku selalu tak pernah bosan mendengarkan ceritamu yang
penuh semangat ketika berbicara tentang Landung Simatupang. Sosok yang kamu
gambarkan begitu indah dan luar biasa dalam pandanganmu. Tentu saja aku tak
bisa mengatakan satu hal apapun. Jikalau dibandingkan, tentu saja aku akan
kalah telak. Aku jelas tak bisa menyaingi sosok yang kamu kagumi itu. Bahkan
dalam tingkatan yang begitu jauh. Tapi aku tahu satu hal yang bisa
menghubungkan aku dengan sosok Landung Simatupang. Kami sama-sama mencintai
kata, tentu saja dengan aplikasi yang berbeda.
Sejenak teringat akan satu hal. Lalu kubuka catatan
kecilku dan kutemukan beberapa tulisan. Perlahan aku mulai mencoba mengingat
semua tulisan itu dan beberapa diantaranya terselip puisi-puisi yang kubuat
ketika hujan turun. Kemudian kutemukan ada satu buah puisi yang belum lama ini
kutuliskan untukmu. Aku membuatnya ketika hujan jatuh dan senja datang ketika
hujan reda, begitu cantik. Berikut ini puisinya :
Romantika Hujan pada Sebuah Senja
Segelas teh panas,
cukup panas sampai asap masih terlihat
Musik klasik yang
terus diputar,
berulang-ulang tanpa membuatku
bosan
Lalu sebuah catatan
sederhana,
dan satu buah pena
dengan tinta hitam
Tumpukan kata-kata
yang siap dirangkai
entah berapa ratus,
bahkan ribu mungkin
Apa yang lantas kita
lakukan dengan ini semua?
Membiarkannya menjadi
tak berarti kah?
Dalam segelas teh
panas kutemukan kata-kata
Mereka muncul bersama
dengan kepulan asap,
yang muncul dari
dalam gelas
Kulihat pula bagian
dalam gelas teh
Kutemukan kata-kata
dirangkai oleh daun-daun teh
Yang menari pada
dasar gelas
Lalu aku pun larut
bersama harmoni segelas teh panas
Disaat yang bersamaan
pula aku mendengar suara,
yang datang dan
terangkai begitu saja
dari sebuah gramophone
tua milik kakek
Tanpa sadar aku
membiarkan diriku menari
Bersama dengan
suara-suara,
yang terbentuk dari
rangkaian kata-kata
dengan nada-nada yang
klasik
alunan melodi senja,
dan juga sedikit romantik
Lalu aku pun larut
bersama melodi musik klasik,
dari gramophone tua
Aku pun menggoreskan
lembaran-lembaran kosong,
dengan tinta hitam,
yang sudah hampir hilang
perlahan garis-garis
itu terputus
berulang kali pula
aku harus membuatnya jadi lebih tebal
Membiarkan tangan ini
menari
Bukan pada sebuah kanvas,
tapi lembaran kosong
Bukan melukis, tapi
menarikan rangkaian kata-kata
Menyusun ribuan kata
menjadi pepat
Tak membiarkannya menjadi
tumpukan kata
Meniupkan jiwa
Menghidupkan makna
Lalu aku pun hanyut
dalam sinergi,
dalam lembaran kertas
kosong dan juga sebuah pena tinta hitam
Disanalah kutemukan
kamu
Bersembunyi dalam
ribuan kata
Menjelajah setiap
kalimat-kalimat yang tertulis
Menyanyikan setiap
bait yang disuarakan
Merangkai semuanya
menjadi satu kesatuan
Harmoni,
Melodi,
Sinergi
Akankah aku dan kamu,
menemukan kita
didalamnya?
Kita menyanyilah
dalam nada,
Kita menarilah dalam
kata,
Kita berputar dan
terus berputar
Kita akhiri semuanya dengan
segelas teh,
dan dalam pangkuan
senja
Sampai pada akhirnya
kita terlelap
Inilah penggalan puisi yang kutuliskan untukmu,
ditengah hujan yang turun perlahan. Ya, jelas masih kalah jauh dengan sosok
idolamu, Landung Simatupang, tapi paling tidak aku mencoba untuk merangkai kata
sebisaku. Mudah-mudahan saja bisa membuatmu tersenyum dan mungkin membuat
Landung Simatupang tertarik pada tulisanku barangkali? Dan aku pun tahu bahwa
kamu akan tersenyum kecil membaca kalimat terakhir tadi.
Segera saja kubereskan komputer jinjing milikku, tapi
rasanya ada yang kurang jika tidak mendengarkan satu buah lagu sebelum
mengakhiri malam ini. Angsa dan Serigala –
Bersamaku pun dimainkan melalui pemutar lagu di komputer jinjingku. Setelah
lagu usai diputar baru lah aku mencoba memainkan kata-kata dalam pikiranku
hingga akhirnya aku terlelap perlahan. Barangkali dalam mimpi aku bisa
berbincang denganmu dan juga Landung Simatupang.
From dearest,
Mr.
Rainbow
#DayFour,
rangkaian ke-empat dari empat belas tulisan.