“Start every day off with a smile and get it over with”
(W.C. Fields)
Dear Ms. Wijayakusuma,
Rasanya akan sangat tidak adil ketika kita berbicara
tentang sebuah cerita tanpa awalan. Orang bilang bagian awal itu kunci agar
orang tertarik lebih dalam untuk masuk ke dalam sebuah tulisan. Aku rasa hal
itu mungkin saja tepat. Tapi tidak ada yang lebih menarik memang dari sebuah
awal cerita, yang tentu saja meninggalkan sebuah kesan.
Awalnya kita tak saling mengenal, bahkan mungkin belum
saling bertatap muka. Hanya sekedar mengerti tapi belum memahami. Masih
abu-abu, samar dan tak bisa dijelaskan dengan rangkaian kata. Apa yang
membuatnya menjadi menarik? Sampai pada hal ini aku sendiri pun bahkan belum
bisa menjelaskan. Aku dan kamu, rasanya berpapasan saja mungkin bisa dikatakan
tak pernah. Aku terlalu lama tenggelam dalam duniaku sendiri, dunia di luar
hiruk pikuk kampus. Sedangkan kamu, jelas saja masih masuk ke dalam sebuah
dunia yang belum kau jamah sebelumnya dan itu pasti membuatmu penasaran.
Seharusnya, pada saat inisiasi berlangsung kita
berpapasan. Entah mengapa kita sama-sama lupa ada dimana kita dan seperti apa
kita pada waktu itu. Terlalu gelap. Mungkin malam sengaja membiarkan kita untuk
tak saling mengenal terlebih dahulu. Bahkan ketika inisiasi usai seharusnya aku
menjabat tanganmu, tapi entah kenapa aku sendiri pun tak bisa mengingatnya.
Yah, aku memang bukan pengingat yang baik. Belum sempat bertegur sapa dan
bercengkrama dengan semua orang, lagi-lagi aku harus segera turun. Bukan karena
tak mau mengenal, tapi karena aku tak membawa kendaraanku sendiri. Mau tak mau
tentu harus ikut dengan jadwal teman baikku karena memang dari awal kita
memutuskan untuk pergi menghadiri inisiasi bersama. Lalu momen itu terlewati
begitu saja. Waktu masih belum mengijinkan kita untuk saling mengenal rupanya.
Mungkin saja kita baru sadar bahwa kita benar-benar
terhubung melalui sosial media. Awalnya tak menyangka bahwa ada akunmu dalam
daftar orang-orang yang mengikuti aku, melalui sosial media yang menggunakan
logo burung kecil. Dari momen itulah sempat terjadi beberapa kali percakapan
walau hanya sosial media karena kita mengenal beberapa orang yang sama. Sampai
pada satu momen yang kemudian membuat segalanya menjadi berbeda.
Dengan bersemangat aku meminta nomor telepon genggam
milikmu. Bukan, bukan karena aku ingin mengenalmu. Justru karena sedang mencari
informasi mengenai teman-temanmu lah aku bertanya kepadamu. Orang bilang
mungkin ini hanya sekedar iseng, tapi sebetulnya tidak. Aku benar-benar sedang
diberi tugas untuk mencari informasi tentang teman satu angkatanmu. Dari
situlah kemudian percakapan baru benar-benar dimulai, permainan kata kemudian
mengalir, dan semua seakan terasa begitu…lepas. Rasanya semua kata aku biarkan
saja mengalir keluar dari dalam pikiranku tanpa harus meledakkannya.
Aku membiarkan semua proses yang terjadi mengalir
begitu saja tanpa harus memaksakan apapun. Rasanya lebih nyaman ketika
menjalani semuanya dengan sederhana. Apalagi aku biasa untuk bekerja di “bawah
tanah”, jauh dari keramaian lini masa. Tapi apa cukup hanya sekedar kata saja?
Lalu pada satu hari, kita bertemu. Tak direncakan,
terjadi begitu saja. Aku dan kamu bertemu di satu tempat penjaja es krim dan
makanan ringan. Waktu itu kamu berkata kamu sendiri, menunggu seorang teman. Seketika
itu pula ide untuk datang muncul dikepala tanpa diberi komando. Aku pun segera
saja bergegas menghidupkan sepeda motor tuaku dan melaju perlahan sampai pada
akhirnya tiba di tempat penjaja es krim itu. Mataku mencoba untuk mencari
sosokmu, walaupun aku tahu mata ini belum cukup familiar denganmu. Tapi entah
kenapa dengan begitu cepat pula mataku tertuju pada sosokmu. Kamu pun terkejut.
Awalnya memang terasa canggung tapi perlahan kita membiarkan diri ini membangun
sebuah menara kata-kata, bertukar cerita bahkan senyuman. Sebuah sore yang
cukup melegakan dan penutup yang manis bagi aktifitas hari itu, karena aku rasa
cukup penat seharian berurusan dengan birokrasi akademik yang menyebalkan.
Hanya ada senyuman lebar yang terus terlukis di wajah ini.
Esoknya, tiba-tiba kamu menghilang. Entah apa yang
terjadi aku sendiri pun tak tahu. Ya, hanya menghilang. Rasa penasaran pun
sempat hinggap di kepala ini sambil terus berpikir apa yang terjadi. Sampai
ketika senja tiba kamu muncul, membagikan cerita. Ada kesedihan di dalamnya dan
aku rasa tidak mudah bagimu untuk ungkapkan semua itu. Aku merasa bahwa
setidaknya ingin membuat senyuman yang meneduhkan kemarin bisa terlukis di
wajahmu. Rasanya bersedih sama sekali tak cocok terlukis di wajahmu.
Lalu aku mencoba untuk datang dan menawarkan sebuah
senyuman. Ah, bukan senyuman tapi pelangi…ya, pelangi. Aku selalu teringat
dengan satu perkataan bijak bahwa pelangi membawa kebahagiaan dan keteduhan setelah
hujan turun, bahkan setelah badai datang sekalipun. Maka aku pun mencoba untuk
datang dan membawakan pelangi untukmu, membawa keteduhan dan senyuman itu
kembali terlukis di wajahmu.
Jelas bukan hal yang mudah, membawa pelangi dengan
ratusan bahkan jutaan warna di dalamnya. Ada banyak elemen didalamnya yang
membuatnya begitu menarik, menenduhkan, dan membawa kebahagiaan. Walau berat
aku mencoba untuk membawanya kepadamu, agar senyuman itu kembali. Dan pada
akhirnya senyuman itu kembali terlukis, dan ada kebahagiaan dan keteduhan yang
tersirat di dalamnya. Rasanya tugasku sebagai lelaki pembawa pelangi cukup
bekerja dengan baik. Walaupun aku menyadari sepenuhnya bahwa mungkin aku belum
cukup baik untuk membawa pelangi, paling tidak aku sudah berusaha semampuku
untuk itu. Saat itulah kamu menyebutku sebagai “lelaki pembawa pelangi”.
Ah, rasanya cukup banyak hal yang aku dapat ceritakan.
Namun rasanya tidak cukup adil bukan ketika membicarakan sebuah awalan dengan
panjang lebar? Ya, perlahan tapi pasti aku akan bercerita hingga kau terlelap. Jadi
segera saja kututup komputer jinjingku dan mulai memainkan pemutar musik
milikku. Satu tembang yang muncul adalah Bruno
Mars – Just the Way You Are dan bersama dengan tembang ini pula aku mulai
memejamkan mataku, berharap kau membacanya hingga usai, dengan senyuman yang
selalu terlukis diwajahmu. Sebenarnya ini tidak akan usai, karena dengan begitu
semua jadi jauh lebih menarik bukan?
From dearest,
Mr. Rainbow
Rangkaian pertama dari empat
belas tulisan, #14DaysProject
Tidak ada komentar:
Posting Komentar