Minggu, 03 Februari 2013

#DayTwo : Sepotong Gambar dan Sebuah Pesan



"I dream of painting and then I paint my dream" (Vincent Van Gogh)



Dear Ms. Wijayakusuma,

Malam belum terlalu larut. Suara-suara itu terus saja bergaung cukup keras di dalam kepalaku. Melaui corong-corong suara itu mereka memberi tanda pada waktu. Aku hanya duduk terdiam sejenak dan berpikir. Banyak hal yang kemudian terus saja berlari di kepalaku sampai sebuah pesan singkat masuk ke dalam telepon genggam milikku. Ah, rupanya beberapa teman yang terus saja menggodaku untuk menghabiskan malam bersama mereka. Sekedar berbincang-bincang ataupun menghabiskan segelas kopi, meski pun mereka tahu bahwa aku tidak terlalu senang dengan kopi. Hanya aroma yang tercipta dari segelas kopi selalu saja membuatku tertarik. Selalu saja ada misteri dari balik bau kopi yang berbeda.

Namun masih saja aku belum tertarik untuk menghabiskan waktuku malam ini dengan menikmati segelas kopi. Aku sedang tertarik untuk menulis, dunia yang sudah lama aku geluti semenjak masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Seorang guru mengenalkanku pada dunia ini, dunia tanpa batas dimana aku bisa membiarkan jemariku menari mengikuti naluri dan membiarkannya mengalir dalam rangkaian kata-kata. Aku segera mengambil komputer jinjing milikku dan dengan segera aku menyalakannya. Entah kenapa hasrat untuk menulis begitu besar.

Aku membiarkan diriku duduk kemudian menatap layar komputer jinjing milikku tajam. Sempat kemudian terdiam sejenak untuk beberapa saat, rasanya ada hal yang ingin ditumpahkan tetapi kata-kata yang ada dalam kepala ini masih berserakan. Aku tampak kebingungan untuk membiarkan diriku tenggelam dalam kata-kata. Ah, sebuah kesalahan memang membiarkan diriku beku karena tak menjamah hangatnya kata-kata. Kemudian masih berputar-putar dengan kata yang ada dalam pikiranku tapi masih saja tak menemukan titik temu dimana aku bisa menuangkan segalanya. Lalu pesan singkat darimu masuk.

Ya, kamu yang biasanya selalu bercerita denganku tentang banyak hal dengan semangat yang meluap, membiarkan dirimu hanyut dalam arus penelitian. Karena itulah hanya dengan media pesan singkat semua ceritamu bisa tersampaikan. 2 minggu, bukan waktu yang cukup lama jika tak dihitung dengan jemari tapi tetap saja ada kerinduan untuk mendengar semua ceritamu. Hari ini kamu bercerita tentang betapa hangatnya suasana yang kamu dapatkan dalam penelitianmu. Aku tersenyum kecil. Kubalas pesan singkatmu dengan pesan singkat yang lainnya, meskipun aku tak yakin bahwa 360 karakter bisa dikatakan sebagai pesan singkat.

Aku kembali terfokus pada komputer jinjing milikku. Perlahan kata-kata mulai tersusun dan jemari ini mulai menemukan ritme-nya untuk bisa menari dengan indahnya pada setiap huruf tak beraturan yang ada di komputer jinjing milikku ini. Aku menulis sesuatu yang aku sendiri bahkan tak tahu. Hanya membiarkan semuanya mengalir begitu saja. Di saat jemariku sedang menari dengan anggun, satu pesan singkat darimu masuk. Lagi, kamu bercerita tentang betapa menyenangkannya dunia baru yang kamu temukan. Dan lagi pula aku membiarkan senyum terlukis diwajahku.

Aku pun membiarkan diriku mengacuhkan komputer jinjingku untuk sesaat dan membalas pesan singkatmu. Ah, rasanya cukup rindu tapi apakah rindu cukup menggambarkan semuanya? Rasanya tetap saja ada yang tak mampu rindu gambarkan. Lalu terpikirkan olehku untuk membuat sebuah gambar dengan tangan yang mungkin mampu menggambarkan itu semua. Kuambil penaku dan mulai menggoreskannya pada sebuah kertas berwarna putih diatas meja kayu yang cukup lebar. Aku membiarkan diriku tenggelam dan membiarkan tanganku menari dengan indahnya menggoreskan sebuah gambar sederhana yang menggambarkan kerinduan.



Judul : A Girl with a Sun on the right hand, Rainbow on the left hand
Judul : A Girl with a Sun on the right hand, Rainbow on the left hand (2)



Rasanya gambar ini mungkin saja terlalu sederhana, tapi rasanya cukup menggambarkan tentang kerinduan. Rindu akan celotehmu yang selalu saja bisa melukiskan sebuah simpul di wajahku. Tak banyak yang mampu menggambarkan itu, mereka bilang aku terlalu kaku. Tapi kamu seakan dengan mudahnya menggoreskan itu dan tak pernah ada alasan untuk tak tersenyum melihat apapun yang kamu lakukan.

Lalu aku lihat dengan seksama ternyata pesan singkat darimu telah masuk sedari tadi ketika aku membiarkan diriku masuk dalam dunia lukisan. Lagi cerita-cerita menarik tak kunjung henti kau ceritakan sampai pada akhirnya kau terlelap. Biasanya aku terlelap terlebih dahulu tapi nampaknya waktumu untuk terlelap disana jauh lebih cepat. Lalu kumainkan sebuah lagu dari daftar lagu yang biasa aku dengarkan dari komputer jinjingku, satu tembang dari Foo Fighters yang berjudul Everlong. Kudengarkan perlahan hingga aku sendiri tenggelam dalam lelapku dan membiarkan komputer jinjingku menyala.

From dearest, 


Mr. Rainbow

 #DayTwo, rangkaian kedua dari empat belas tulisan.