Senin, 04 Februari 2013

#DayFour : Sepenggal Puisi…



A poet is, before anything else, a person who is passionately in love with language  (W.H. Auden)


Dear Ms. Wijayakusuma,

Sore ini hujan turun. Cukup deras walau hanya untuk sesaat lalu terhenti. Tak hujan sepenuhnya usai dan rintik hujan masih membasahi bumi. Kuangkat gelas teh milikku dari meja makan menuju teras rumah. Mencoba untuk menikmati segelas teh hangat sembari menanti hujan reda.

Aku bukan menantikan hujan reda karena ingin pergi menjelajah. Rasanya juga belum ada pekerjaan lain yang harus diselesaikan. Hanya ingin menanti hujan reda, tak lebih dari itu. Karena itu aku rasa menanti pelangi disaat hujan berhenti akan menjadi sangat manis, apalagi jika pelangi datang disaat matahari jatuh dalam pelukan senja. Sejenak aku teringat akan satu hal, puisi. Ya, rasanya aku menyimpan beberapa puisi yang aku tuliskan ketika hujan turun.

Apa koneksi hujan dan puisi? Entahlah, aku sendiri pun masih tidak bisa memahaminya dengan pasti. Hanya saja ada rasa dimana kata-kata bisa mengalir seperti butir-butir air yang turun ke bumi, kadang perlahan tapi bisa juga begitu deras. Lalu apa hubungan puisi dengan kamu? Tentu saja ada hubungannya. Kamu itu penyuka puisi, walaupun aku tahu kamu tak suka untuk menuliskannya. Kamu lebih suka untuk menikmati orang-orang lain untuk membacakannya. Bagimu itu begitu menyenangkan. Apalagi jika orang yang membacakan puisi itu adalah sosok favoritmu, Landung Simatupang.

Aku selalu tak pernah bosan mendengarkan ceritamu yang penuh semangat ketika berbicara tentang Landung Simatupang. Sosok yang kamu gambarkan begitu indah dan luar biasa dalam pandanganmu. Tentu saja aku tak bisa mengatakan satu hal apapun. Jikalau dibandingkan, tentu saja aku akan kalah telak. Aku jelas tak bisa menyaingi sosok yang kamu kagumi itu. Bahkan dalam tingkatan yang begitu jauh. Tapi aku tahu satu hal yang bisa menghubungkan aku dengan sosok Landung Simatupang. Kami sama-sama mencintai kata, tentu saja dengan aplikasi yang berbeda.

Sejenak teringat akan satu hal. Lalu kubuka catatan kecilku dan kutemukan beberapa tulisan. Perlahan aku mulai mencoba mengingat semua tulisan itu dan beberapa diantaranya terselip puisi-puisi yang kubuat ketika hujan turun. Kemudian kutemukan ada satu buah puisi yang belum lama ini kutuliskan untukmu. Aku membuatnya ketika hujan jatuh dan senja datang ketika hujan reda, begitu cantik. Berikut ini puisinya :

Romantika Hujan pada Sebuah Senja

Segelas teh panas,
 cukup panas sampai asap masih terlihat
Musik klasik yang terus diputar,
berulang-ulang tanpa membuatku bosan
Lalu sebuah catatan sederhana,
dan satu buah pena dengan tinta hitam
Tumpukan kata-kata yang siap dirangkai
entah berapa ratus, bahkan ribu mungkin
Apa yang lantas kita lakukan dengan ini semua?
Membiarkannya menjadi tak berarti kah?

Dalam segelas teh panas kutemukan kata-kata
Mereka muncul bersama dengan kepulan asap,
yang muncul dari dalam gelas
Kulihat pula bagian dalam gelas teh
Kutemukan kata-kata dirangkai oleh daun-daun teh
Yang menari pada dasar gelas
Lalu aku pun larut bersama harmoni segelas teh panas

Disaat yang bersamaan pula aku mendengar suara,
yang datang dan terangkai begitu saja
dari sebuah gramophone tua milik kakek
Tanpa sadar aku membiarkan diriku menari
Bersama dengan suara-suara,
yang terbentuk dari rangkaian kata-kata
dengan nada-nada yang klasik
alunan melodi senja,
dan juga sedikit romantik
Lalu aku pun larut bersama melodi musik klasik,
dari gramophone tua

Aku pun menggoreskan lembaran-lembaran kosong,
dengan tinta hitam, yang sudah hampir hilang
perlahan garis-garis itu terputus
berulang kali pula aku harus membuatnya jadi lebih tebal
Membiarkan tangan ini menari
Bukan pada sebuah kanvas, tapi lembaran kosong
Bukan melukis, tapi menarikan rangkaian kata-kata
Menyusun ribuan kata menjadi pepat
Tak membiarkannya menjadi tumpukan kata
Meniupkan jiwa
Menghidupkan makna
Lalu aku pun hanyut dalam sinergi,
dalam lembaran kertas kosong dan juga sebuah pena tinta hitam

Disanalah kutemukan kamu
Bersembunyi dalam ribuan kata
Menjelajah setiap kalimat-kalimat yang tertulis
Menyanyikan setiap bait yang disuarakan
Merangkai semuanya menjadi satu kesatuan
Harmoni,
Melodi,
Sinergi
Akankah aku dan kamu,
menemukan kita didalamnya?
Kita menyanyilah dalam nada,
Kita menarilah dalam kata,
Kita berputar dan terus berputar
Kita akhiri semuanya dengan segelas teh,
dan dalam pangkuan senja
Sampai pada akhirnya kita terlelap

Inilah penggalan puisi yang kutuliskan untukmu, ditengah hujan yang turun perlahan. Ya, jelas masih kalah jauh dengan sosok idolamu, Landung Simatupang, tapi paling tidak aku mencoba untuk merangkai kata sebisaku. Mudah-mudahan saja bisa membuatmu tersenyum dan mungkin membuat Landung Simatupang tertarik pada tulisanku barangkali? Dan aku pun tahu bahwa kamu akan tersenyum kecil membaca kalimat terakhir tadi.

Segera saja kubereskan komputer jinjing milikku, tapi rasanya ada yang kurang jika tidak mendengarkan satu buah lagu sebelum mengakhiri malam ini. Angsa dan Serigala – Bersamaku pun dimainkan melalui pemutar lagu di komputer jinjingku. Setelah lagu usai diputar baru lah aku mencoba memainkan kata-kata dalam pikiranku hingga akhirnya aku terlelap perlahan. Barangkali dalam mimpi aku bisa berbincang denganmu dan juga Landung Simatupang.

From dearest,

Mr. Rainbow

#DayFour, rangkaian ke-empat dari empat belas tulisan.

Tidak ada komentar: