"I dream of painting and then I paint my
dream" (Vincent Van Gogh)
Dear Ms. Wijayakusuma,
Malam belum terlalu larut. Suara-suara itu terus saja
bergaung cukup keras di dalam kepalaku. Melaui corong-corong suara itu mereka
memberi tanda pada waktu. Aku hanya duduk terdiam sejenak dan berpikir. Banyak
hal yang kemudian terus saja berlari di kepalaku sampai sebuah pesan singkat
masuk ke dalam telepon genggam milikku. Ah, rupanya beberapa teman yang terus
saja menggodaku untuk menghabiskan malam bersama mereka. Sekedar berbincang-bincang
ataupun menghabiskan segelas kopi, meski pun mereka tahu bahwa aku tidak
terlalu senang dengan kopi. Hanya aroma yang tercipta dari segelas kopi selalu
saja membuatku tertarik. Selalu saja ada misteri dari balik bau kopi yang
berbeda.
Namun masih saja aku belum tertarik untuk menghabiskan
waktuku malam ini dengan menikmati segelas kopi. Aku sedang tertarik untuk
menulis, dunia yang sudah lama aku geluti semenjak masih duduk di bangku
sekolah menengah atas. Seorang guru mengenalkanku pada dunia ini, dunia tanpa
batas dimana aku bisa membiarkan jemariku menari mengikuti naluri dan
membiarkannya mengalir dalam rangkaian kata-kata. Aku segera mengambil komputer
jinjing milikku dan dengan segera aku menyalakannya. Entah kenapa hasrat untuk
menulis begitu besar.
Aku membiarkan diriku duduk kemudian menatap layar
komputer jinjing milikku tajam. Sempat kemudian terdiam sejenak untuk beberapa
saat, rasanya ada hal yang ingin ditumpahkan tetapi kata-kata yang ada dalam
kepala ini masih berserakan. Aku tampak kebingungan untuk membiarkan diriku
tenggelam dalam kata-kata. Ah, sebuah kesalahan memang membiarkan diriku beku
karena tak menjamah hangatnya kata-kata. Kemudian masih berputar-putar dengan
kata yang ada dalam pikiranku tapi masih saja tak menemukan titik temu dimana
aku bisa menuangkan segalanya. Lalu pesan singkat darimu masuk.
Ya, kamu yang biasanya selalu bercerita denganku
tentang banyak hal dengan semangat yang meluap, membiarkan dirimu hanyut dalam
arus penelitian. Karena itulah hanya dengan media pesan singkat semua ceritamu
bisa tersampaikan. 2 minggu, bukan waktu yang cukup lama jika tak dihitung
dengan jemari tapi tetap saja ada kerinduan untuk mendengar semua ceritamu.
Hari ini kamu bercerita tentang betapa hangatnya suasana yang kamu dapatkan dalam
penelitianmu. Aku tersenyum kecil. Kubalas pesan singkatmu dengan pesan singkat
yang lainnya, meskipun aku tak yakin bahwa 360 karakter bisa dikatakan sebagai
pesan singkat.
Aku kembali terfokus pada komputer jinjing milikku.
Perlahan kata-kata mulai tersusun dan jemari ini mulai menemukan ritme-nya
untuk bisa menari dengan indahnya pada setiap huruf tak beraturan yang ada di
komputer jinjing milikku ini. Aku menulis sesuatu yang aku sendiri bahkan tak
tahu. Hanya membiarkan semuanya mengalir begitu saja. Di saat jemariku sedang
menari dengan anggun, satu pesan singkat darimu masuk. Lagi, kamu bercerita
tentang betapa menyenangkannya dunia baru yang kamu temukan. Dan lagi pula aku
membiarkan senyum terlukis diwajahku.
Aku pun membiarkan diriku mengacuhkan komputer
jinjingku untuk sesaat dan membalas pesan singkatmu. Ah, rasanya cukup rindu
tapi apakah rindu cukup menggambarkan semuanya? Rasanya tetap saja ada yang tak
mampu rindu gambarkan. Lalu terpikirkan olehku untuk membuat sebuah gambar
dengan tangan yang mungkin mampu menggambarkan itu semua. Kuambil penaku dan
mulai menggoreskannya pada sebuah kertas berwarna putih diatas meja kayu yang
cukup lebar. Aku membiarkan diriku tenggelam dan membiarkan tanganku menari
dengan indahnya menggoreskan sebuah gambar sederhana yang menggambarkan
kerinduan.
Judul : A Girl with a Sun on the right hand, Rainbow on the left hand |
|
Rasanya gambar ini mungkin saja terlalu sederhana,
tapi rasanya cukup menggambarkan tentang kerinduan. Rindu akan celotehmu yang
selalu saja bisa melukiskan sebuah simpul di wajahku. Tak banyak yang mampu
menggambarkan itu, mereka bilang aku terlalu kaku. Tapi kamu seakan dengan
mudahnya menggoreskan itu dan tak pernah ada alasan untuk tak tersenyum melihat
apapun yang kamu lakukan.
Lalu aku lihat dengan seksama ternyata pesan singkat
darimu telah masuk sedari tadi ketika aku membiarkan diriku masuk dalam dunia
lukisan. Lagi cerita-cerita menarik tak kunjung henti kau ceritakan sampai pada
akhirnya kau terlelap. Biasanya aku terlelap terlebih dahulu tapi nampaknya
waktumu untuk terlelap disana jauh lebih cepat. Lalu kumainkan sebuah lagu dari
daftar lagu yang biasa aku dengarkan dari komputer jinjingku, satu tembang dari
Foo Fighters yang berjudul Everlong.
Kudengarkan perlahan hingga aku sendiri tenggelam dalam lelapku dan membiarkan
komputer jinjingku menyala.
From dearest,
Mr. Rainbow
1 komentar:
artikel yang menarik sob... lanjutkan
Posting Komentar